cerpen "aku pelacur jalanan"



Aku Pelacur Jalanan
Malam gelap beribu bintang mengepung rembulan, di malam romantisku bersama mas Tarjo. Malam yang dingin ini membutakan mata hati, dan melumpuhkan jiwaku. Senyumnya yang manis dan perhatiannya yang melemahkanku dan membuat setiap hariku bertambah dalam taburan cinta, hanyalah dia dihidupki dan memang kupasrahkan cinta dan seluruhnya untuk mas Tarjo. Dikontrakan ini aku hidup dalam kesederhanaan cinta tapi waktu berlalu sangatlah cepat dan tak berakhir dengan indah. Mas Tarjo meninggalkan ku lewati dengan menikahi gadis kampong sebelah Tiwi namanya. Kini tiap hariku lewati dengan semua keterpurukan dengan beribu penyesalan yang tiada guna dan aku sangat tidak bisa menerima kenyataan ini “Tuhan begitu tak adil denganku” ucapku dalam hati.

Waktu tak berhenti berputar dan masih saja aku terlena karena masa laluku dan pemikiranku tak lagi bisa sejernih air menetes itu, tangis….diam…itu sahabat dalam hari-hariku mereka sangatlah setia mengingatkanku pada masa laluku yang indah bersama mas Tarjo. Sebenarnya penyesalan itu tak hanya karena aku ditinggal kawin dengan gadis itu tapi masalahnya karena aku yang terlalu mencintai mas Tarjo dan aku harus menerima resiko cinta terlarang ini. Kini aku tak tahu dengan cara apa aku menghidupi anak ini.

Semakin jauh rasa untuk kembali kepelukannya, mas Tarjo bersama istrinya pergi ke luar kota dan rasa untuk meminta pertanggungjawaban ini semakin melapuk sirna. 10 tahun telah sirna mengubur masa laluku meskipun rasa munafik jika aku mengatakan telah lupa semuanya. Tapi, kini aku tak ingin melapuk, ada yang sangat berharga di hidupku Rendy, dia yang memberikanku senyum dan tawa sederhana di hidupku bahkan aku telah berjanji aku akan mengubah hidupku untuk lebih baik dan tidak berayun pada keterpurukan lagi, untuk hidup baru bersama Rendy aku haruis meninggalkan kontrakan ini dan ikut bekerja bersama Dewi teman sekolahku dulu.

Di gang buntu ini aku memulai hidup, bersama jagoanku Rendy. Kini Rendy kelas 1 SD, meski hidupku ini penuh dengan derita tapi anakku harus tetap sekolah dan menjadi anak yang baik tak sepertiku yang sangat mengecewakan ini. Di gang buntu ini aku juga mengawali karirku di bantu Dewi teman sekolahku dulu. Aku hanyalah lulusan SMP dan tak melanjutkan lagi karena aku telah ditinggal kedua orang tuaku, sulitnya mencari kerja dengan pendidikan rendah sepertiku, dengan kemampuan yang pas-pasan ini aku bekerja bersama Dewi. Sebenarnya aku tek setuju dengan pekerjaan ini, karena hal ini lebih parah dari perlakuan mas Tarjo tapi mau bagaimana lagi aku dituntut untuk uang..uang..dan uang. Kini aku menjadi wanita asusila dan bekerja di tempat hiburan itu bersama Dewi.

Malam ini awalku memulai bekerja, dengan mengenakan baju dan sepatu yang dipinjami Laila. Aku sebenarnya sangat malu dengan cara kerjaku yang seperti ini, tapi apa boleh buat aku harus mencukupi kebutuhan hidupku dan Rendy, kini aku harus mencukupi sendiri karena tak lagi menempel kepada ibu, semandiri mungkin aku menjalani hidup. Di hari pertamaku ini aku sungguh kaku dalam menjalani kerja ini, tapi dengan Laila aku mencoba melakukan penyesuaian. Ini karena aku tak biasa hidup dengan melayani tamu dan menjualkan minuman keras itu, aku dapat 5000 per botol. Belum lagi aku dapat dari tamu-tamu yang kencan denganku, dan masih lagi aku dapat 1 juta perbulan. Ini semua untuk biaya hidup Rendy.

Waktu terus berlalu membiasakanku dengan kehidupan ini, malam dan lampu remang-remang di gang buntu itu menjadi sahabatku, melayani laki-laki hidung belang berdompet tebal. Penghasilanku juga aku tabung untuk masa depan Rendy, bagaimanapun juga dia harus menjadi anak yang berpendidikan tak seperti aku ini, sang kelelawar malam berkeliaran dan tertidur diteriknya mentari. Rendy memang masih kecil untuk mengerti pekerjaanku yang seperti ini, aku juga sempat khawatir dengan perkembangan Rendy dilingkungan masyarakat, karena ia terlahir dari wanita asusila sepertiku ini. Tapi Rendy anak yang kuat dan tegar dalam menjalani hidup ini, sudah terbukti ia selalu mentabahkanku dari cemoohan orang kampong yang tak asing lagi dikupingku, yang selalu aku ingat dari perkataan Rendyku yang mulai beranjak remaja ini “Bu, sudahlah….ibu bersabar bagaimanapun ibu, seperti apapun ibu, ibu adalah orang yang paling Rendy saying, ibu adalah pahlawan Rendy. Tunggu Rendy besar bu, Rendy akan merubah hidup kita” kata-kata Rendy itu meluruhkan air mataku yang tak sanggup ku tahan lagi, aku bangga terhadap dia yang tak pernah malu menjadi anakku, anak seorang pelacur jalanan.

Waktu mengantar Rendy yang remaja menjadi dewasa, kini Rendy sudah melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, sunggulah jauh dari perkiraanku yang memakan biaya yang besar. Rendy melanjutkan kuliahnya karena Rendy mendapatkan beasiswa, karena Rendy salah satu anak yang mendapatkan ranking tertinggi. Kebanggaanku sungguh luar biasa terhadap anakku. Bahkan aku sempat malu menjadi diriku sekarang ini. Tapi kebesaran hati Rendy selalu mentabahkanku menjalani semua.

Waktu seakan berbicara lain kepadaku, kini aku dan anakku Rendy menjalani hidup lebih baik dan terarah. Rendy pun menyelesaikan studynya dan sekarang bekerja di bank di pusat kota. Rendy pun merubah pola hidupku, ia melarangku untuk bekerja sebagai wanita malam lagi. Nahkan Rendy mengatakan ini padaku “Bu…janganlah lagi kau menjadi wanita malam bu, kini Rendy telah bekerja bu, Rendy pun juga sudah berjanji sama Allah, Rendy akan merubah pola hidup kita. Terimakasih bu…ibu telah menyayangiku sepenuh hati bahkan kau rela menjadi seperti itu hanya untuk menghidupiku seorang diri dan perlu ibu tahu, aku tak pernah malu menjadi anakmu aku bangga bu…pernah terlahir dari rahimmu”.

Kebahagiaan menghampiri kami berdua, aku sangat bangga terhadap anakku ia berhasil mewujudkan mimpinya. Ia berhasil membahagiakan ku, sungguh tak kusangka anak haram yang kuhidupi dengan harta haram pula kini bisa menjadi orang sukses. Mungkin ini cara terbaik Allah berikan padaku agar aku bisa lebih baik.

Terimakasih Allah…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS TROTOAR

Analisis Penyimpangan Bahasa pada Puisi

Analisis Penyimpangan Bahasa dalam Puisi “Sajak Rumah dan Sesuatu yang hampa, Sesuatu yang diam, Tersisa” Karya sastra pada das...