Analisis Penyimpangan Bahasa dalam Puisi “Sajak Rumah dan Sesuatu yang hampa, Sesuatu yang diam, Tersisa”
Karya sastra pada dasarnya adalah
apa yang ditulis dalam peradapan atau kebudayaan suatu bangsa. Sastra merangsang
hati dan perasaan kita terhadap kemanusiaan, kehidupan dan alam sekitar.
Seperti halnya puisi, pada dasarnya puisi dapat diartikan karya sastra dengan
menggunakan kata-kata yang indah. Selain itu puisi juga ungkapan jiwa
penyairnya. Seperti pada puisi “sajak rumah” dan puisi “sesuatu yang hampa,
sesuatu yang diam, tersisa” dapat diapresiasi berdasarkan penyimpangan
bahasanya. Hal pertama adalah berkaitan dengan arti kosa kata (leksikal). Makna
leksikal adalah makna kata seperti yang terdapat dalam kamus, istilah leksikal
berasal dari kata leksikon. Seperti pada puisi “sajak rumah”
Wajah kian tirus
dada kian tipis
mulut lesi
selalu terbatuk
sekian lama lupa bersenandung
Memiliki arti leksikal pada kata
“tirus” secara leksikal memiliki arti “makin ke ujung makin kecil”, “tipis”
yang memiliki arti “sedikit antara permukaan yang satu dengan yang lain” begitu
pula pada kata “lesi” yang memiliki makna leksikal yaitu”putih benar atau putih
pucat”. Selain itiu pada bait ini juga menjelaskan makna tersirat yaitu keadaan
sang tokoh yang dijelaskan dengan ciri khas penyair, karena pada dasarnya puisi
ini berhubungan dengan tata makna (semantis). Kita hendaknya mamou menangkap
makna lain yang diungkapkan oleh sang penyair terhadap sesuatu yang
diharapkannya. Dengan demikian, peyimpangan makna sebenarnya diubah menjadi
makna lain yang sarat akan tafsir setiap pembacanya. Dan pada puisi ini
memiliki makna, sang tokoh yang semakin berubah terutama pada kondisi fisiknya
yang menunjukkan dirinya semakin menua, dan kondisi tubuhnya semakin renta juga
tak bertenaga begitupun dengan keadaan kulitnya yang semakin keriput namun
dengan keadaan yanng seperti ini tokoh lupa kepada nikmat dari Tuhannya.
Rumah ini semakin sempit
didalamnya kita sma-sama terpuruk
dan tak bisa saling menolong
ruang bau mengkudu
sedang kuku tetap membiru
Pada
bait pertama terdapat makna leksikal atau makna sebenarnya yaitu
pada kata “sempit” yang berarti “semakin kecil” dan pada baris kedua terdapat
kata terpuruk yang berarti “memendam terbenam”. Sedangkan pada kata “mengkudu”
yang memilki arti “buah”. Begitupun makna leksikal pada kata “membiru” yang
memiliki arti “semakin menjadi biru”. Selain makna leksikal pada bait ini
penyair juga memberikan makna dengan ciri khasnya yaitu menggambarkan seseorang
tokoh yang berada pada sebuah rumah yang terasa semakin sempit karena pada
rumah itu terdapat orang-orang yang jahat yang berkeinginan menghilangkan rasa
percaya dirinya dan menjadikannya semakin terpuruk. Pada bait ketiga penyair
memberikan sessuatu yang unik yang cukup memainkan imajinasi.
Situa pemilik
rumah datang
tidak untuk
menjenguk
tapi mengusir
Pada baris pertama penyair
menggambarkan situa pemilik rumah datang, adalah Tuhan sang pencipta dan
dilanjutkan pada bait-bait selanjutnya yang bermakna tidak untuk menjenguk
tetapi mengusir seseorang yang semakin terpuruk itu atau di artikan Tuhan
mengambil nyawanya. Sesuatu yang
hampa, sesuatu yang diam, tersisa dilihat dari judulnya puisi kedua ini penyair
menyampaikan makna kalimat yang membuat pembaca menjadi bertanya-tanya dan
bermain dengan imajinasinya. Dalam puisi ini penyair juga menggambarkan tokoh
dengan keadaanya, dan dengan keterpurukan kesalahannya. Seonggok kerangka yang
sudah aus, menggeliat, terpili, diatasnya siang beringsut jadi malam, lalu
siang, lalu malam lagi, dalam kurun itu. Pada baris kedus dan ketiga ini
menjelaskan seseorang yang sudah renta, pasrah pada kehidupannya. Pada
masalanya berlalu hngga berhari-hari dan hanya seperti ini saja. Penyair
seakan-akan membuat tokoh mengalami titik jenuh yang berlebihan dan tidak ada
cara lagi untuk menyelesaikannya.
Sesuatu
yang hampa sesuatu yang diam, tersisa karya “Brigitte Oleschinski” sangatlah
unik. Jika kita telaah dalam puisi ini juga mengandung makna leksikal, “Seonggok kerangka
yang sudah aus, menggeliat, terpilin di atasnya””siang beringsut jadi malam,
lalu siang, lalu malam lagi, dalam kurun itu” seonggok kerangka adalah
sebuah penggambaran manusia. Menggeliat yaitu merenggang-renggang serta
menarik-narik. Dan beringsut juga memiliki makna leksikal yaitu bergerak.
Penyimpangan bahasa yang terjadi dalam kedua puisi di atas, di karenakan
penyair ingin memberikan makna lain yang di maksudkan untuk merangsang hati dan
memahami sesuai dengan tafsir pembacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar