kumpulan puisi


Kebohongan hati
Tertekan
Terjepit  dalam putaran roda
Kemunafikan
Ingin marah… menangis
Ingin pulaku menerjang gejolak itu
Seakan ikut dalam kebohongan
Hanyalah tersenyum
Dalam setiap langkah
Tetapi menangis dalam balik tirai kehidupan
Terguyur  darah dalam setiap cacian
Sungguh…. Tidak bisa kukatakan  tidak
Dalam detik menganga
Menahan gejolak pahit
Yang tak kuasa keluar
Dalam tarian kasih saying
Dalam peluk kedamaian
Dan terdiam saat melihat kebahagiaan

Tercipta untukmu
Jiwa terdiam sejenak
Mernung…
Memutar waktu
Mengapa ini terjadi?
Mengapa bisa bertemu?
Mengapa harus  kamu?
Sampai raga persatukan hati
Persahabatan terikat indah , dalam jiwa
Meski kadang tak percaya
Karena luka yang lalu
Sungguh tak pernah menyangka
Aku dan kamu bisa sejiwa
Padahal dulu, kau apa?
Saling sapapun, tak ada guna
Tapi waktu memberi warna lain untuk kita
Waktu tuliskan cerita berbeda
Antara persahabatan kita
Kini tak ada tegurmu itu malapetaka
Tak ada senyummu rasa kecewa
Tak ada tanyamu itu duka
Tak ada ceritamu, aku menggantung Tanya?
Aku tarlalu takut kehilanganmu
Karena aku saying kamu?
Dan aku telah berharap kau sahabat terbaikku

Nafasku

Menjadi indah jika kau yang memulainnya
Senyuman mentari turut mengawalinnya
Dan pelukan hangat rembulan yang mengakhirinnya
Hembus nafas yang berarti ini
Diiringi alunan nada kehidupan
Antara hitam dan putih
Selalu setia dalam perjalanan
Berputar dalam roda keberuntungan
Mencari keringat emas dalam kubangan
Tergantung tinggi angan dan mimpi
Dalam khayal penyemangat jiwa
Meski hidup sulit terjalani
Tapi kan kuciptakan nafas yang berarti
Hidup adalah darah dalam nadi
Takan berhenti jika tak mati
Meski sekarang hanyalah mimpi
Kan kubuktikan nafasku yang penuh arti


Tercipta Untukmu
Jiwa terekam sejenak
Merenung…
Memutar waktu
Mengapa ini terjadi?
Mengapa bisa bertemu?
Mengapa harus kamu?
Sampai raga persatukan hati
Persahabatan terikat indah, dalam jiwa
Meski kadang tak percaya
Karena luka yang lalu
Sungguh tak pernah menyangka
Aku dan kamu bisa sejiwa
Padahal dulu, kau apa?
Saling sapa pun, tak ada guna
Tapi waktu member warna lain untuk kita
Waktu tuliskan cerita berbeda
Antara persahabatan kita
Kini  tak ada tegurmu itu malapetaka
Tak ada senyummu rasa kecewa
Tak ada tanyamu itu duka
Tak ada ceritamu, aku menggantung Tanya?
Aku terlalu takut kehilanganmu
Karena aku saying kamu?
Dan aku telah berharap kau sahabat terbaikku

Dirimu
 Bahagiamu
Sedihmu
Bahkan disaat kosongmu
Aku…
Aku bisa rasakan itu
Aku juga sama sepertimu
Rasa tulusmu ada disampingmu
Tangismu adalah air mataku
Bahagiamu adalah bagian senyumku
Kosongmu adalah pikiranku
Aku memang bukan dirimu
Tapi perlu kau tau
Hatiku berada tepat di hatim


Balada Nanda
Aku selalu bertanya
Tapi tak pernah ada jawabnya
Hingga waktu membawaku dewasa
Hingga kurasakan pahitnya dunia
Disaat kata menjadi cerita
Saat aku yang harus menanggungnya
Memang, sejenak aku dapat menahannya
Hingga hati pana tak kuasa
Andai kuping setebal baja
Dan, andai bibir bisa tersenyum laksana matahari
Menyinari dunia pagi
Hingga gitar dan menyani pilu
Yang selalu temani aku dalam tiap detikku
Menjejaki setiap pinggiran kota
Sesambil aku menyanyikan lirih hatiku
Seperti hidup sebatas Tanya
Ini Tanya tapi terjadi nyata,
Ingin bertanya tapi bunda menyelaknya
Mungkin malu selalu terasa
Hingga ku hidup merasa jera
Hanya ingin bertanya
Bunda siapa ayah Nanda …


Dan Akhirnya…
Terjadi…
Dalam hitungan detik
Dalam hembusan nafas
Kemunafikan jiwa,
Berlindung dalam senyum
Di balik tirai nafas
Berhembus nafas dusta
Tersembunyi…
Hanya maksud hati yang mengerti
Memahami, terdengar…
Dan aku hanya diam
Dalam hitungan sementara
Menunggu…
Kekuatan hati mengeluarkan senyuman terburuk
Hingga waktu memaksa
Dan akhirnya
Tak kuasa aku menahan
Kurelakan jika aku berdosa
Asalkan, kebohongan hilang musnah
Meski harus merelakan satu tersakiti
Tetapi kejujuran yang termiliki ….


Bersandiwara
Berteriak dalam gelap
Memuntahkan kata dalam hati
Menahan amarah tak kuasa
Jujur akau salah
Tak jujur pun aku semakin salah
Malam adalah yang terindah
Damai, tenang bersenandung
Bukan
Dia pagi dan siang berhimpitan
Penuh dusta,
Dalam kata merangkul amarah
Terdengar tapi aku…
Sangat tak berani mengatakan
Senyum adalah bagian dusta
Yang selalu bersembunyi di belakang
Dan menari dalam pikiran
Semua tidak lain
Adalah kalian
Bunglon yang merangkak
Menari  dengan penuh warna


Lingakaran
Lembut hati tertanam tulus
Dalam jiwa merangkak sakit
Dalam canda tertampar paksa
Dalam mimpi terbayang cita
Dalam suka terbayang duka
Aku percaya dan kau mendusta,
Lingkaran tak berarti,
Keutuhan…
Terputus dan tak sempurna
Kasih tulus menjalar murka
Di balik selendang merah
Penuh amarah…
Terjaga dalam senyum duka
Marah…
Ingin…
Tapi…
Hati melumpuhkan aku
Hati melumpuhkan aku
Hati menertawakan lemahku
Hanya terbalas
Tetes tangis dalam hati
Dan senyum di balik murka
Kemunafikan menelan ketulusan
Merusak rantai persahabatan
Dalam lingkaran kasih sayang

Rembulan
Menari dalam kegelapan hidup
Bernyanyi dalam pedihnya luka
Rembulan selalu berikan cahyanya
Bintang selalu berikan indahnya
Tapi tak bagiku
Ku hanya manusia lemah
Ku hanya jiwa yang bersalah
Sempat mengira diriku cahaya
Tapi ternyata akulah sumber luka
Luka darah,
Perih,
Pedih,
Sempat bemimpi jadi bintang
Bahkan rembulan,
Rembulan yang tinggal
Penuh dengannya makna kehidupan
Tanpanya malam adalah kelam
Tak ad ataman bintang
Rembulan,
Bersinar,
Menari,
Terangi setiap sudut kegelapan
Tak peduli detik, menit
Apapun itu
Rembulan,
Kau berikan cahaya kehidupan
Indah, dan andai aku seperti ia
Menerangi setiap luka darah sang hidup
Jalan berduri, pun terlampaui
Mungkinkah


Kerikil Hati
Amarah berbalut darah
Dalam senduh beriman
Menahan rasa tak kuasa
Terjatuh,
Terinjak,
Terbuang ku dalam kubangan
Menangis dalam angan
Menetes air mata dalam mimpi
Nyata hanyalah siksa
Karena kerikil terpendam pada nurani
Ingin berteriak…
Tertahan…
Sakit dalam ayunan kehidupan
Bermain dalam kemunafikan
Terhenti kejujuran
Terhapus ketulusan
Hanyalah tinggal kebohongan

Rindu
Disaat kurindukan
Kehangatan dalam kasih keluarga
Ku hanya bisa bermimpi
Dalam angan belaka…
Angan.. tentang kehangatan
Pelukan rasa cinta kasih saying…
Andai dan hanya berandai…
Hingga tuhan member takdir terbaik
Untukku…
Berharap,,,
Dia ciptakan satu insane
Yang setia temani aku
Dalam kepahitan dunia
Yang akan selalu merangkulku
Dalam kebekuan hidup
Dan,
Dia adalah dirimu

Kamu
Kaulah nafas
Kaulah tangis
Kaulah mimpi
Dan kaulah dalam,langkahku
Kau seruan hidupku
Kau mimpi besarku
Dalam setiap angan dan nada haru
Ku juga meski kau tak dalam pelukku
Meski ku tak berpenopang cinta
Dan hanya bersandar harap,
Meski dan slalu
Sendiri menatap ujung jalan
Dia bola mataku menatap
Kosong…
Dan di sana hanya ada
Kamu dan cinta…
Dan dengan waktu
Aku akan meraihnya


Kamu adalah Cinta
Tuhan hadirkanmu
Cahaya indah dalam sejuknya dunia
Tuhan ciptamu jadi yang terindah
Dari segala bentuk saingmu
Tuhan tiupkan nurani dalam jiwamu
Tak ada 2 dan tak ada 3
Hanyalah ada satu kota
Tunggal untukmu…
Cinta,
Karena keutuhan hanyan akan hadir dalam satu cinta
Cinta yang terbentuk dalam hati
Dan terwujudkan dengan adanya
Dua insane…melengkapi
Yang senantiasa merajut mimpi
Dalam alunan nada indah
Yaitu asmara,
Dan Tuhan…
Senantiasa katakana…
Kamu adalah CINTA….

Janji di atas Ingkar
Dalam hati…
Dalam keroposnya nurani.
Dalam dan sungguh dalam…
Dalam bentuk kata
Menusuk jiwa melayang…
Menyebrangi lautan waktu kelam…
Kelam dan tenggelam
Saat…
Janji… dalam malam…
Bersahaja dalam kelam…
Janji adalah detik kelam…
Janji adalah detik bertanya
Janji adalah keyakinan membentuk perjalanan
Menerbangkan seribu gelora cinta
Menyebarkan juta kata asmara
Tapi…
Saying dan sungguh malang
Janji terbentuk di atas ingkar
Ingkar yang penuh kekecewaan
Menyebrangi dan harus tenggelam
Dalam lautan kedustaan
Dalam gelora kenistaan
Dan waktu sungguh kelam…
Menyelimuti janji yang teringkari

Ibuk
Berlian…
Kau adalah doa…
Keringatku hadir untukmu
Kubangan lumpur
Terbit…
Kubangan emas
Ibuk…
Kau penegak, lemah ku
Lawan rasa takutku dengan hatimu
Kau penyambung asa ku…
Kau cahaya dalam redupku…
Mimpi ku tertuju dalam senyummu
Meski…
Senyummu masih semu…
Dalam pertarungan waktu…
Bergejolak dengan bara
Bernafas dengan lelah
Darah ini mengalir untuk nyawamu
Bahagiamu…
Senyummu
Dan, tulus do’a mu

Karya Termanis
Ku menulis…
Dalam amuk jiwa meredam
Dalam desah nafas kepenatan
Dlam senyum kemunafikan
Dalam rindu yang terlentang
Dalam tiap detik
Aku menyatu…
Dalam seluruh raga cinta
Membentuk yang telah tiada
Dan…
Yang tertinggal hanyalah coretan
Nada kepenatan,
Mengamuk,
Menjaga menanti sang bintang
Dan ini tertulis
Untuk yang terkenang
Dalam…
Karyatermanis
Tercipta untukmu…manis…

Jalan Tuhan
Kau… tiupkan nafas di tiap hidupku
Kau sambaing benang nadiku
Kau perlihatkan cahyamu…
Dalam gelapku…
Kebisuan…
Dan kebimbangan…
Menembus celah pori hidup
Dalam setiap kaki berlari
Menanjak dalam duri
Duri perjalanan dan mimpi
Menyambung panjang,
Luaskan nurani…
Memperlihatkan indahnya kuasa
Dalam setiap kehidupan
Memulai dan mengakhiri
Setiap jalan yang tertuliskan
Tertanam dalam tiap insane
Kegalapan…

Merajut Asa
Berlari…
Menerjang…
Menembus cakrawala
Terus mempercepat langkah
Meski tiap detik berdarah
Menyambung benang-benang halus
Terputus pisau berduri
Tak peduli !!
Terjatuh…
Berdiri…
Terjatuh lagi
Hanyalah salah satu dariseribu yang kujalani
Putih ternodai
Bersih,
Ternodai lagi
Hanyalah satu dari bagian warna dalam nurani
Menembus awan
Mengejar angan
Dalam setiap detik
Menerjang,
Untuk dia sang masa depan


Waktu
Derita…
Perih…
Berdarah melukai nurani
Bermimpi dalam cakrawala
Menari…
Menyambut sang pelangi
Tersenyum hanya dalam mimpi
Mengalun nada penantian
Memecah dalam kesepian
Menahan perih lara
Tersiksa dalam hati
Dalam sebuah perjalanan panjang
Dalam sebuah penantian
Di ujung jalan
Berlambai tangan


Perpisahan
Setiap nada yang tercipta
Setiap warna yang mengindahkannya
Memecak lamaran dalam keheningan
Merambat memutus nada cinta
Waktu memakan segalanya
Penantian yang berunjung pertemuan
Pertemuan dalam saksi seribu jiwa
Dalam nada-nada cinta
Dalam alunan lembut mengajakku berdansa
Dalam sorotan indah rembulan
Memutari warna kehidupan
Hanyan ada kamu, aku dan tuhan
Dalam mimpi besar  dan tujuan
Meski kehidupan penuh kepenatan
Meski kaki harus terhenti
Hati yang berwarna kini telah mati
Demi seoarang yang kucintai tapi diuntai
Alunan memutus keromantisan pertemuan
Angin berbisik menarikku lagi
Sampai ku harus terluka kedua kali
Sampai perpisahan yang terjadi lagi…


Harap Cinta
Nyanyian jiwa bersayap
Menembus awan jingga
Mata hati bagai pisau
Merobek hati nurani
Menahan perih dalam dada
Saat ku tak bisa ungkapkan
Sungguh indah yang kurasa
Hingga…
Dua bola mataku terpanah
Saat melihatnya, melihat…
Angkasa raya mengukir indah
Wajahmu disana
Bermimpi…
Rasanya dapat ku bersanding dengannya


Terhempas
Setiap kali aku ingin menyayangmu
Tetapi kau seakan menolakku
Setiapnafasku ingin dekatmu
Tapi engkau hempuskan aku
Setiap kaki ku curahkan cintaku
Layaknya yang lain
Kau membunuhku dalam setiap detik berlalu
Setiap kali ku bersahaya dekatmu
Tapi kau lukaiku dengan indahnya
Apa maumu…
Apa…
Aku memang bukan yang sempurna
Ku memang  bukan yang terbaik
Tapi sempat ku ingin jadi yang utama
Hanya untuk hatimu
Tuhan…
Mengapa aku berbeda
Sungguh aku berbeda
Sungguh tak penah tercurahkan
Rasa kasih saying tulus untuk hatimu
Mungkin karena gumpalan banci di hatimu
Aku telah mencoba
Menerima…
Tapi masihkah aku yang berdosa…

Bukan sekedar Mimpi
Ini bukan alas an kawan
Ini adalah perjuangan
Ini adalah hidup kawan
Hidup adalah pilihan
Cukup sudah bermalas-malasan
Selagi kita masih
Merasa pagi sampai
Merasakan malam
Jangan berhenti kawan
Bentuklah pribadimu,
Bahkan saat pegi mengetuk malam
Kita masih harus berjuang kawan
Melahirkan asa
Dalam setiap detik langkah


Luka
Mengapa tiap hariku
Kau tak bentuk cinta
Tapi malah kau bentuk luka
Ingin seperti yang lain
Tersenyum karena cinta
Tapi apa…kau tidak
Kau selalu bentuk tiap detikku
Menjadi luka,
Luka,
Sadarkah kau ini luka,
Luka yang tak pantas di angkap
Tanya???
Apa aku yang harus disalahkan
Disalahkan keadaan
Haruskah aku yang disalahkan kenyataan
Padahal ku tak pernah menyalahkannya
Akupun tak pernah meremehkannya
Padahal aku terlahir karena keadaan
Dan juga karena ada kenyataan
Dan jika aku bertanya?
Apa aku penyebabnya?
Penyebab dari semua lingkup kehidupan…


Kebahagiaanmu
Kebahagiaan itu keputusan…
Jika aku jadi kamu aku sangat percaya keajaiban
Tak pedulilah jika itu sangat sakit
Karena satu keyakinan hatiku
Tuhan tidak buta!!!
Dan dia masih punya hati untuk mengerti
Meski semua hanya terhambat waktu
Memang…
Waktu itu… bisa sangat menyebalkan
Jika yang kita nanti tak berpenghujung
Tapi juga sangat menyenangkan
Jika waktu..
Bersahabat dan menyadingkan denganyang kita mau
Sekali lagi ku ulangi !
Kebahagiaan itu keputusan
Tidak ada kenyataan tanpa impian
Meski sering ku dengar…
Biar kubawa dalam mimpi
Jika dia adalah bagian mimpimu
Percaya…
Bahwa dia adalah kenyataanmu
Yang mungkin masih tertunda…
Menurutku..
Tuhan hanya menguji hati
Karena tuhan sangat menyayangimu…

Senandung orang bodoh
Bodoh….
Tolol…
Sial…
Kuping setebal baja..
Tolol..
Pencipta merangkulnya
Sial…
Dunia memihaknya, dari kebodohan pencaci muka itu,
Sulit dimengerti mudah dipahami,,
Bukanlah aku sebenarnya,
Tetapi pencaci murka… tak berkaca…
Bodoh adalah ahlinya, dunia berkata lain padanya,
Merangkul dan mengubah takdirnya
Sial… tak lagi menerobos kuping baja
Lingkaran berantai melindunginya
Bukan dibuktikan dia salah
Tapi…
Aku memang benar..
Si tolol, yang tak lagi bodoh


Lambaian pilu
Tertegun ku dalam lambaian senja
Melihat sang perkasa berkuasa
Jelatah sangat tak berdaya
Ooo…
Dunia di panggung drama
Sang sutradara sang pencipta
Katalah takdir tak berdaya
Ooo…
Penuh cerita penuh makna
Tuan perkasa tarik jemari ini
Kesungguhan hati memelas
Jika cita mencakar langit
Pinjamkan cakarmu  ooo… tuan pekasa
Aku jelatah pemimpi besar
Menarik nuranimu tuk merangkulku


Sendiri
Lilitan sang senja memulai segalanya
Warna terang hanya sebagai penghangat sementara
Jiwa baik sepucuk mawar
Menanti angin yang tak lagi berhembus
Menjemput hembus petang
Sesak dalam kelapangan
Terurai tangis jiwayang lagi membara
Meski hanya wayang yang dipermainkan



fatamorgana
fatamorgana ini menyiksaku,
lukisan kebiru-biruan itu semakin sirna mengejarku,
yang aku kira mendekat terurai menjauh benar,
memainkan bola-bola dunia dalam genggaman

fatamorgana mengisahkan keanehan sanubari
mendiam aku dalam kebisuan sungai
merasakan hasil cipta sang kuasa

kini malam menambah sunyi pada setiap percika api hujan
hanya bisa bisa tercipta dalam dada
terbentuk seraya hujan menari

hidup ini tak akan berujung kecuali mati
kesenyapan itu melambangkan kematian dalam penantian
tak lagi tersenyum, tak lagi tertawa
hanya kaku dalam pandang mata

jika dulu ku kira benar akan kepahitan
kusujudkan hati ini dan,
tertunduk ikhlas dalam naungan kelam

segala hal bodoh terkuak seraya anjing bernyanyi
menghancurkanku dalam setiap kebutaan
tak lagi terjadi, tak lagi terbukti
karena aku tersungkur dalam pelukan ilahi




Pojok gedung


Sendiri
Ber licentia poetica
Berdiri
Mematung
Sesekali memancarkan
Cahaya mata
Menyorot pada setiap sudut
Sudut yang memaksa
Untuk dilalui
Komitmen ada tapi keadaan pasrah
Keadaan tak mempercayai seonggok rangka renta
Meski masih belia
Namun penyekap tua yang bergerilya
Diam. . . . .
Tak bergerak
Hanya otak yang menapak jejak
Seribu tahun hidup
Seribu tahun menjalani
Seribu tahun menapaki

 Sajak otak

sehari bisahkah?
dua hari mampukah?
tiga hari mungkinkah?
empat hari haruskah?
sanggupkah untuk tetap basah. . .
mampukah untuk tidak menjadi abu. . .
bertahankah dalam kobaran nyala
tapak yang begitu tajam
menyudutkanmu. . .
membelaimu
bahkan! campakan nurani
hingga sajak ini berhenti 
dan
begitu membingungkan
seonggok melayu..
kemudian tegak, menerjang!
ribuan rangka menghadang
ribuan nafas menghembus letih
hingga sajak ini berhenti dan memutar otak 
para pemikir lurus 
dan membuatnya gila kembali ke jiwa masing-masing
tak mengenal darah, amarah, dan seperti ranah
hahahaha sombong mati, beralih kegilaan jiwa yang berkuasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENULIS TROTOAR

Analisis Penyimpangan Bahasa pada Puisi

Analisis Penyimpangan Bahasa dalam Puisi “Sajak Rumah dan Sesuatu yang hampa, Sesuatu yang diam, Tersisa” Karya sastra pada das...